Pil Pahit Tentang Perkuliahan: Pengakuan, Penyesalan, dan Pembuktian

jika orang lain tidak tau mau mulai bercerita dari mana, maka saya akan mulai cerita ini dari kehancuran perkuliahan saya. ya, saya hancur. lebur. secara akademis saya sudah kuliah selama 7 tahun. dari tahun 2010 saya sudah menjadi mahasiswa. artinya: saya ngapain aja selama 7 tahun? harusnya kalau kuliah dengan benar, hari ini saya sudah menjadi: 

Aprianda effendi S.Kom, M.Cs.



Semuanya berawal dari pemahaman saya yang terlanjur salah menyikapi kehidupan. di awal2 kuliah saya sudah membaca buku2 yang kontennya terlalu berbahaya bagi remaja labil. seperti buku bob sadino yang mengatakan kuliah itu tidak penting, dan buku2 sejenis yang menurut saya hari ini, konten2 seperti itu terlalu bahaya dibaca remaja labil tanpa bimbingan dari orang dewasa. 

https://www.vebma.com/inspirasi/Prinsip-Bob-Sadino/1118


berangkat dari pemikiran2 seperti itu saya mulai menghitung biaya2 yang tidak ada gunanya untuk saya, karena biaya hidup saya selama menjadi mahasiswa telah disubsidi oleh kedua orangtua saya. ya, meskipun uang bulanan dari orangtua akan selalu terasa kurang, karena seberapapun nilainya: sedikit akan cukup, dan banyakpun akan habis. karena merasa kurang inilah saya berangkat mencari uang2 tambahan yang nantinya akan saya sebut sebagai penghasilan semu. 

mengaku saja, usia belasan kita adalah anak2 manusia yang masih labil. saya terlalu berambisi untuk menghasilkan pundi pundi rupiah tanpa pernah menimbang dan memperhitungkan faktor2 lain yang bisa menjadi penghalang. saya terlalu menyepelekan hal hal besar, menganggap semua hal akan bisa dilalui dengan mudah asal kita percaya. ternyata percaya saja tidak cukup, kehidupan tak sesederhana itu.

saya adalah sulung dari 3 bersaudara. mitosnya anak sulung adalah anak yang keras kepala. dan entah kenapa saya terlalu menganggap hal itu benar. semua orang yang bermaksud menjegal ideologi saya akan saya bantah habis2an. saya akan lawan dengan semua pengetahuan. juga akan saya tambah dengan cerita2 orang hebat yang memulai cerita hidupnya dari ideologi yang saya kemukakan. banyak hal yang saya lupakan dari orang2 hebat itu sehingga berakibat fatal: mereka berjuang mati2an. mereka benar2 berjuang mencapai apa yang mereka impikan, fokus pada tujuan, dan konsisten dengan tujuan.

itu yang membuat mereka tidak gagal. sebutlah lagi bob sadino (saya tidak pernah menyalahkan bob sadino), dia berhenti kuliah dan menjual semua aset yang dia punya untuk mulai ber-usaha. juga mark zuckerberg atau steve jobs yang berhenti kuliah karena ingin mempelajari secara detail apa yang mereka ketahui dari bangku kuliah. di tahun 2010 ada seorang remaja labil kampungan yang baru melihat riuhnya kota. dia begitu mengidolakan mereka, tapi tak pernah melihat para idolanya dari sisi kegigihannya. dia hanya terfokus pada output, dan melupakan bagian terpentingnya: proses.


  • Terjebak dalam kekayaan semu
tidak bisa dipungkiri, menjadi kaya di kerumunan miskinnya mahasiswa adalah suatu kebanggan tersendiri bagi saya. waktu itu. saat  mahasiswa lain sibuk meminjam uang di akhir bulan, saya sibuk meminjamkan uang untuk mereka teman teman seperjuangan yang butuh makan, kadang bukan saja makan, tapi sudah hidup. selama menjadi mahasiswa, sebenarnya tidak banyak yang saya lakukan untuk mendapatkan uang, kebetulan saja sewaktu masuk kuliah, saya sudah 'dihadiahi' rumah oleh orangtua saya. orangtua saya rela ganti jet pribadi menjadi becak supaya bisa beli rumah di kota, sebegitunya, dan lihat apa feedback yang saya berikan ke mereka sampai hari ini. kamar2 dari rumah itu lah yang saya sewakan sehingga uang bulanan saya menjadi 2 kali lebih banyak dari teman2 senasib seperjuangan diperantauan. 

orangtua saya punya pemahamannya sendiri tentang kehidupan: mereka tidak mau kalau saya sampai tinggal di rumah keluarga, padahal banyak tawaran dari sanak family di kota ini yang bersedia menampung saya. orangtua saya berpikir kalau nantunya tinggal di rumah keluarga pasti akan ada saja masalah yang bisa bisa menjadi penyebab rusaknya hubungan baik antar keluarga. kalau kata ibu saya: "tidak akan ada orang lain di dunia ini yang akan sebaik orangtuamu". kemudian saya mulai berpikir bahwa tawaran dari mereka mungkin hanya tawaran basa-basi.

  • Idealis yang gagal
saya adalah tipe orang yang jarang berlarut2 dalam kesedihan. dari dulu sampai sekarang saya adalah orang yang selalu bisa menerima kenyataan jika itu sudah terjadi, jika belum terjadi, saya akan terus menunda-nunda sesuatu itu untuk tidak segera terjadi. saya jarang mempertanyakan 'mengapa?' kepada keaadaan, karena saat keaadaan itu dimulai saya sudah melihat 'kenapa?' di keadaan itu. saya selalu menganggap apa yang saya lakukan benar. apa yang saya katakan benar. saya sangat suka mengemukakan teori tentang kebenaran, sehingga saya adalah yang paling benar!

dan pada akhirnya kehidupan 'menceramahi' saya bahwa merasa paling benar adalah tindakan paling salah di dunia ini.

  • Foya-foya dengan kesenangan semu: Huru-hara
berbagai macam kesenangan telah saya lewatkan. saya tidak tau apa itu berjuang. terbuai dan terlena oleh kesenangan semu membuat semuanya menjadi huru-hara. saya nakal, tapi tau batasan. bapak saya pernah bilang: "kamu adalah saya sewaktu muda. saya sewaktu muda dulu adalah kamu. saya tau apa2 saja yang berani kamu kerjakan, makanya saya tidak pernah melarang kalau kamu bilang mau ke kota ini, ke tempat ini, mau begini. saya tau sejauh mana kamu berani lakukan". itu adalah kepercayaan yang hakiki dari seorang bapak.

benar, saya tau yang mana dosa, kriminal, perbuatan tidak menyenangkan, adat, dan norma. saya tidak akan menerobos semuanya demi kesenangan, tapi saya punya batasan sampai mana saya boleh lakukan. bagi saya tidur adalah hobi. saya harus tidur minimal 6 jam sehari. itu adalah salah satu alasan jujur jika kalian bertanya perihal kuliah saya yang tak kunjung selesai. saya beri contoh begini: jika saya tidur jam 3 malam, saya hanya akan bangun jam 9 pagi. apapun yang terjadi saya hanya akan bangun jam 9 pagi. paham?

saya juga pernah terjebak dalam teman2 yang salah. bukan salah teman2 (sekali lagi, saya tidak menyalahkan siapapun dalam kehidupan saya), maksudnya adalah kesalahan saya dalam berteman. saya punya teman2 yang hobi nongkrong di luaran, apakah salah mereka hobi nongkrong di pinggir jalan? yang salah adalah saya yang hanyut dalam tertawaan sehingga lupa waktu dan pulang jam 3 malam. 

*interval*

4 tahun berlalu, dan saya tidak menjadi siapa2, masih mahasiswa. 4 tahun kuliah, saya tidak melihat apa2 dari diri saya. saya mulai menyalahkan jurusan yang saya ambil. padahal jurusan itu pihan saya. logikanya, saya tidak boleh menyalahkan jurusan, tapi karena saya adalah orang yang paling benar maka jurusan yang saya ambil menjadi salah.

saya mulai melakukan observasi ke jurusan lain, masih di kampus yang sama. sebenarnya ajakan pindah jurusan sudah ada 2 tahun sebelumnya, waktu itu ada senior saya di jurusan ini yang pindah ke jurusan itu. saya tetap kukuh untuk bisa selesai studi di sini, jurusan ini, universitas ini. 

akhirnya saya goyah juga, saya mulai mencari informasi tentang jurusan itu. orang terdekat yang tau jurusan itu dan yang bisa saya hubungi adalah mantan senior saya itu. saya ditertawakan, saya juga balas tertawa, karena senjata terbaik untuk melawan comoohan adalah menertawakannya

saya banyak mendapat informasi karena didapat dari sumber dengan pengalaman yang sama. setelah tau prosesnya, dengan yakin saya menyampaikan kabar ini ke orangtua saya. lalu apa respon mereka? orang tua mana yang tidak akan marah. jika saya jadi orangtua nanti dan dihadapkan dengan keadaan yang sama saya juga pasti akan marah. 

dan kembali lagi terjadi, saya adalah yang selalu benar. saya pulang kampung, niat mau menjelaskan secara rinici kepada orangtua saya. perang ideologi pun terjadi di rumah kami malam itu. untuk kalian ketahui, saya dan ibu saya sama2 idealis, dan harusnya sudah bisa kalian bayangkan percekcokan yang terjadi di rumah kami malam itu. bapak saya lebih banyak menyimak dan hanya sesekali bicara: hanya hal penting, tidak merembet ke hal2 lain.

ibu tetaplah ibu. selain ibu ia juga sudah dewasa, sudah menjadi orangtua, juga lebih berpengalaman tentang kehidupan: sudah lebih dulu tau garam itu asin. ibu saya menangis. itu adalah kali kedua saya membuatnya menangis. yang pertama sewaktu saya masih SMA. terbelenggu lah saya ke dalam dosa karena telah membuatnya menangis (lagi). dia akhirnya mengaminkan saja kepindahan saya ke jurusan lain, dan mulai menyuruh saya mengurus surat menyurat perihal pindah jurusan.

petaka bagi saya, saya sudah mengurus surat pengunduran diri dari jurusan lama. karena sesuai prosedur dari senior saya tadi hal pertama yang dia lakukan sewaktu pindah dulu adalah mengundurkan diri di jurusan lama, dan meminta persetujuan pihak universitas untuk merestui kepindahan tersebut tanpa mengkonfirmasi ke jurusan baru terlebih dahulu. ibarat pernikahan, saya sudah menceraikan istri sah saya, kemudian meminta restu dari orangtua perempuan lain yang ingin saya nikahi. direstui, tapi saya baru tau perempuan yang ingin saya nikahi tersebut tidak mau menerima saya. 

hampir 4 bulan saya menjadi mahasiswa 'lepas landas'. hanya punya universitas, tapi tidak punya jurusan.

mungkin ini adalah salah satu balasan yang cepat dari tuhan karena sudah durhaka kepada ibu saya. dengan berat hati dan mau tidak mau, hal ini harus saya ceritakan lagi ke orangtua saya. mereka kini terlihat sudah pasrah, dan saya mulai merasa bersalah. uang belanja bulanan masih tetap saya terima. saya menjadi tambah durhaka.

dengan rekomendasi dari sekretaris jurusan yang lama, saya pindah universitas. saya sampai ke universitas baru ini dengan status mahasiswa transfer. saya menyerah, ini bukan salah jurusan. saya mulai berpikir jernih, saya kembali melanjutkan jurusan yang sama, tapi di universitas yang berbeda. saya sudah tidak punya tempat lagi di 'rumah' yang lama. sebenarnya universitas yang lama masih merestui saya kembali ke jurusan lama, tapi kepala jurusan kami waktu itu terlanjur tidak suka dengan sikap saya, dan saya juga memang ada sedikit catatan buruk dengan beliau. daripada bermasalah lagi di kemudian hari, lebih baik saya pamit pergi.

saya mulai menyusuri semak belukar perjalanan pendidikan saya. saya mulai menatap ke depan, dan cahaya terang yang tadinya tertutup awan hitam sedikit mulai menampakan sinar. 2014, saya memulai perkuliahan di kampus yang baru, dengan orang2 baru. lingkungan yang berbeda, di sini saya dikelilingi para pekerja, karena saya masuk di kuliah malam yang rata2 mahasiswanya bekerja di siang hari.

timbul pula keinginan saya untuk memulai aktivitas jual-beli. ya, minimal untuk mengurangi pengeluaran orangtua, dan barangkali bisa juga sekalian menambah uang jajan adik saya yang di tahun yang sama juga mulai kuliah. saya ceritakan keinginan saya ini ke seorang pemodal yang sudah sangat dekat dengan saya. pemodal saya ini mengaminkannya dengan memberi pinjaman modal dengan perjanijian cicilan perbulan tanpa bunga!

  • saya memulai bisnis jual-beli online. 
pencapaian terbesar saya adalah pendapatan bersih 5jt/bulan tanpa jam kerja dan tanpa menguras banyak tenaga. angin segar itu pun menjadi petaka baru bagi saya. saya belum bisa mengidentifikasi akar permasalahan saya di masa lampau: kekayaan semu. saya kembali terlena. bekerja tanpa jam kerja tidak se-efisien yang kalian bayangkan. saat jam masuk kuliah bertabrakan dengan permintaan COD, dengan yakinnya alam bawah sadar akan mendahulukan UANG daripada kuliah.

kegiatan jalan2 saya pun bertambah liar. dulu libur resmi perkuliahan saya hanya jalan2 ke provinsi tetangga. dengan kondisi keuangan yang sudah lebih baik: saya ke pulau tetangga dulu, baru ke provinsi tetangga. belanja bulanan dari orangtua tetap saja saya terima, jajan untuk adik saya saya kasih kalau dia sudah minta. saya benar2 foya-foya!

belitong

2 tahun saya kuliah di universitas baru, tidak satupun nomor hp teman kuliah yang saya punya. luar biasa! saya tidak tau apa yang terjadi di kampus, apa saja informasi tentang kuliah, saya jarang pergi ke kampus, 1 tahun kuliah malam, 1 tahun kuliah siang, tidak ada satupun saya jadikan teman. entah bagaimana bisa, tapi itu benar terjadi. IP? IPK? siapa mereka, saya tidak peduli!

  • penyesalan
dan semuanya hanyalah penghasilan semu, kekayaan semu. perlahan apa2 yang saya usahakan mulai tertinggal, dan akhirnya ditinggalkan orang2. sisa tabungan saya makin hari makin menipis, sampai akhirnya habis. 

sudah terlalu banyak yang saya alami, bodoh saja kalau saya sampai menyerah. kalaupun memang bodoh, saya tidak sebodoh itu. sekarang, perlahan saya mulai paham tentang hal2 semu yang menjerumuskan. di saat teman2 se-angkatan sudah beranak-pinak, sudah membeli tanah, sudah membangun rumah, lihatlah saya, masih tetap sama seperti 4 tahun yang lalu, 5 tahun yang lalu, 6 tahun yang lalu, 7 tahun yang lalu: MASIH MAHASISWA. tidak ada apa2 yang saya perbuat, tidak ada apa2 yang saya capai, saya masih saja mahasiswa.

  • Pembuktian
kalau dalam buku sekarang ini kehidupan saya sedang berada dalam bab pembuktian. tentang perjuangan. berhenti ataupun selesai tetap akan menjadi cemoohan. yang bisa saya lakukan adalah berjuang. memperjuangkan takdir, menjungkir balikan nasib. kesempatan yang tersisa hanyalah membuat semuanya menjadi berguna.

apa lagi? cuma kepercayaan yang membuat saya terus yakin menyambut masa depan.

entah kejadian apa yang menyadarkan saya untuk kembali memecah awan hitam: kembali mencari cahaya. semuanya terasa seperti tiba2, 'saya ingin berubah, saya harus berubah'. kalau dibilang ini soal uang yang sudah berkurang, itu sudah dari awal 2016. sekarang kuliah terasa seperti panggilan hati. saya mulai membuka diri untuk berteman dengan siapa saja. tugas kuliah yang biasanya tidak pernah saya sentuh sekarang sudah rapi saya kerjakan. sekarang saya adalah ketua kelompok belajar, biasanya saya hanyalah nama pelengkap pada tugas kelompok. jual-beli perlahan mulai saya kesampingkan. saya tidak ingin fokus saya terbagi lagi, karena ternyata membagi waktu antara kuliah dan bekerja itu tidak semudah yang dikatakan oleh dunia.

terimakasih yang sangat sangat sangat banyak saya ucapkan untuk kedua orangtua saya yang terus memberi saya kesempatan dan kepercayaan. sekarang saya mengerti ucapan orang2 yang mengatakan: kebaikan orangtua tidak akan bisa dibalas dengan cara apapun. terimakasih juga nasehat2 dari para dosen yang mungkin sudah lupa pernah menasehati saya. terimakasih untuk dunia dan semuanya. terimakasih. 

SAYA TIDAK AKAN MENYERAH!!

9 comments:

  1. Kata Raditya Dika :

    Kalo kita lebih memilih passion (yg ga sejalan dng perkuliahan), setidaknya selesaikan kuliah biar orang tua senang.

    Kata Andovi DaLopez (Youtuber yg kuliah di UI lalu kuliahnya terbengkalai krna sibuk dng dunia Youtube lalu akhirnya wisuda jg) : Setidaknya selesaikan apa yang lo mulai.

    ReplyDelete
  2. cito ko lanjudkan bisuk ndan, kalau lah harapan lah tercapai ����

    ReplyDelete
  3. Sepertinya realita perkuliahan dan cara pandang kita mirip ya 😎

    ReplyDelete

pembaca yang baik selalu meninggalkan jejak setelah membaca. semoga kita masuk surga.ingat, ini kolom untuk komentar, bukan untuk ninggalin jejak.

Powered by Blogger.